Recent Comments

Sabtu, 01 Januari 2011

Otak (Sebuah Kritik Atas Pengingkaran Manusia Modern)

" Jika para nenek moyang itu juga memiliki dukungan budaya yang sama dengan kita saat ini, maka tak mustahil mereka akan menghasilkan yang lebih baik dari apa yang telah manusia modern saat ini hasilkan." 

Sebagian dari kita tentu tahu seberapa pentingnya otak bagi diri kita. Bagian ini sperti halanya sebuah perangkat inti dari seonggok daging yang bernama manusia. Kalau dibilang seperti procesor dalam sebuah komputer atau chip/microcontroler dalam sebuah robot memang tidak sebanding. Karena otak lebih komplek. Dan bagaimana jika ternyata besar kecilnya volume otak berpegaruh pada kerjanya.?


Adalah Kathleen McAuliffe, penulis di Discover Magazine mengatakan, " Selama 20.000 tahun terakhir, volume rata-rata otak pria berkurang dari 1.500 centimeter kubik menjadi 1.350 centimeter kubik, jumlah yang hilang seukuran bola tenis." Hal ini menimbulkan perdebatan diantara para cendekiawan dari mulai ahli neurologis sampai antropolog. Hal yang paling mengganggu dalam pikiran mereka adalah apakah penurunan ukuran ini menyebabkan manusia lebih bodoh atau malah lebih cerdas?

Sementara memang di ketahui bahwa analogi otak yang semakin kecil berarti juga penurunan intelegensia yang akan semakin kecil pula. Namun ketika manusia menerima faktanya ini, ia tak akan mau di katakan lebih bodoh dari nenek moyangnya, buktinya dengan apa yang mereka telah raih saat ini. Berikut adalah beebrapa pendapat para ahli tentang fenomena penurunan volume otak ini.

Dr John Hawks, antropolog dari University of Wisconsin berargumen, ukuran otak yang makin kecil tidak berarti menurunnya intelejensia.Ia berpendapat bahwa penurunan ukuran otak ini menunjukan bahwa otak semakin efisien. Mengapa demikian, karena secara total otak menggunakan 20% energi yang kita konsumsi untuk melaksanakan kerjanya. Maka untuk ukuran otak yang lebih besar tentunya akan membutuhkan konsumsi yang lebih besar. Hal ini menyebabkan perkembangan yang semakin lambat. Beliau juga mencatat bahwa ledakan populasi manusia antara 20.000 dan 10.000 tahun yang lalu memicu mutasi yang menguntungkan. Hawks yakin, itu menyebabkan otak menjadi lebih ramping, perubahan neurokimia makin meningkatkan kapasitas otak kita. Beberapa palaentolog juga sependapat dengan pendapat Dr John Hawks ini.

Apa yang Dr. John Hawks katakan ini memang benar bahwa otak yang lebih besar membutuhkan konsumsi yang lebih banyak mengingat besarnya konsumsi energi dari otak ini. Tapi ada yang Dr. John Lupa, bahwa apa yang ia katakan ini tentang konsumsi energinya bukan kerja otaknya. Sekali lagi bahwa memang benar otak yang besar membutuhkan energi yang lebih besar dan semakin kecil konsumsinya juga semakin kecil, tapi hal ini tidak berpengaruh pada kerjanya. Bahwa otak yang membutuhkan konsumsi energi lebih kecil tidak berarti kerjanya lebih bagus atau kapasitasnya lebih bagus. Yang di sebut lebih effisien adalah penggunaan energinya yang semakin kecil.

Teori lainnya adalah yang mengungkapkan bahwa ukuran kepala berkaitan dengan pola mencari makan di masa lalu, yakni berburu. Makin gampang mendapatkan makanan, kepala  manusia akan berhenti berkembang. Para ahli lain berpendapat saat terjadi kematian bayi sanagt tinggi maka hanya bayi bayi yang bervolume otak besarlah yang selamat. Seiring dengan menurunnya tingkat kematian bayi, maka volume otak manusia pun berangsur mengecil secara proporsional.


Disini lebih aneh lagi, mana mungkin volume kematian berpengaruh pada bentuk volume otak. Atau yang mereka ingin katakan adalah bahwa para bayi ini mewarisi apa yang telah dilakukan para pendahulunya. Artinya bahwa otak mereka menjadi kecil dan tak dapat bertahan hidup karena para pendahulunya malas berpikir sehingga di generasi selanjutnya mereka melahirkan anak anak dengan volume otak lebih kecil? Lalu bagaimana bisa pada generasi selanjutnya (saat penurunan kematian bayi ) bayi bayi dengan volume otak kecil  ini dapat bertahan hidup? Yang saya tangkap dari teori ini adalah bahwa kedua sisi ini singkron. Cenderung aneh. 


Tingkat kemalasan manusia karena dimanja teknologi ini memang sepertinya berpengaruh pada cara berpikir, dan hal ini berpengaruh pada volume yang semakin mengecil. Seperti hasil penelitian yang dilakukan  David Geary dan Drew Bailey dari University of Missouri mengeksplorasi bagaimana ukuran tengkorak manusia berubah ketika manusia beradaptasi dalam lingkungan sosial yang makin kompleks antara 1,9 juta sampai 10.000 tahun lalu. Saat kepadatan populasi rendah, ukuran tengkorak meningkat. Sebaliknya, ketika populasi daerah tertentu berubah dari jarang ke padat, ukuran tengkorak kita menurun — karena manusia tak harus cerdas untuk bertahan hidup. 


Tapi beliau lalu berkata, “Nenek moyang kita tidak memiliki intelektualitas dan daya kreasi seperti manusia modern, karena mereka tidak memiliki dukungan budaya,” kata dia. Saat itu, manusia diperas pikirannya untuk bertahan hidup. Kata kata ini seakan mengungkapkan pengingkaran manusia terhadap fakta dirinya yang semakin lemah di karenakan oleh mereka sendiri. Tapi ada yang dia lupa, bahwa dari kata katany ini pun ia mengungkapkan bahwa ," Jika para nenek moyang itu juga memiliki dukungan budaya yang sama dengan kita saat ini, maka ia akan menghasilkan yang lebih baik dari apa yang telah manusia modern saat ini hasilkan." Sayangnya manusia yang mengaku modern ini justru membohongi dirinya sendiri bahwa di tengah hasil kerjanya itu ia telah mengkerdilkan manusia lain yang di manjakan oleh teknologi hasil manusia itu sendiri. Apakah kita juga akan menjadi bagian yang di manjakan juga?

Related Article:

0 komentar:

Posting Komentar


 

Total Tayangan Halaman

Footer Widget #3

Copyright 2010 GenerasiBiru. All rights reserved.
Themes by Bonard Alfin l Home Recording l Blogger Template